Berita
PPN 12% untuk Barang Mewah: Dampak bagi Masyarakat dan Pengusaha
2024-12-10
Di Jakarta, CNBC Indonesia telah mengumumkan bahwa tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan naik menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, tetapi hanya berlaku untuk barang mewah. Namun, kalangan pengusaha masih bingung dengan definisi barang yang akan dikenakan PPN 12%.
Ketidakpastian PPN 12% Membuat Pengusaha Bingung dan Membuat Konsumen Berbondong-bondong
Definisi Barang Mewah: Suatu Pertanyaan yang Belum Dijelaskan
Sekretaris Jenderal Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Haryanto Pratantara, mengaku belum mendapatkan keterangan jelas mengenai definisi barang mewah. "Perlu dijelaskan mengenai definisi barang mewah, ini apa mengacu pada Permenkeu 11/2023 atau akan dibuat definisi baru, misal kategori tas dan sepatu, gimana mengkategorikan yang mewah atau biasa? karena rangenya luas sekali, mulai puluhan ribu sampai ratusan juta, apa dari sisi harga dibedakan?" katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (10/12/2024). Ketidakpastian tersebut membuat pelaku usaha tidak bisa berancang-ancang dengan baik dalam menentukan harga dan kesiapan strategis perusahaan, termasuk mengimpor barang yang berpotensi mengalami kenaikan PPN. "Apa semua jenis kategori barang akan dibedakan mana mewah, mana bukan, sehingga juga jadi rumit," kata Haryanto.Implikasi PPN 12% bagi Pengusaha
Kebingungan itu membuat pelaku usaha kesulitan dalam mengatur bisnis mereka. Mereka tidak tahu bagaimana menghadapi kenaikan PPN dan bagaimana mengatur harga produk mereka. Ini juga membuat mereka ragu untuk mengimpor barang yang mungkin akan terkena kenaikan PPN. "Apa semua jenis kategori barang akan dibedakan mana mewah, mana bukan, sehingga juga jadi rumit," kata Haryanto. Mereka perlu mencari informasi yang jelas tentang definisi barang mewah agar bisa berencana dengan baik.Dampak PPN 12% bagi Konsumen
Haryanto juga mengingatkan dampak kebijakan PPN ini akan membuat masyarakat kelas menengah ke atas bakal berbondong-bondong belanja di luar negeri. Pasalnya kenaikan pajak itu membuat konsumen harus membayar produk dengan lebih mahal. Haryanto mengungkapkan daya beli untuk kalangan menengah atas untuk barang mewah cukup kuat, namun kenaikan PPN membuat psikologi mereka akan tahan belanja. Costumer seperti ini mampu keluar negeri untuk membeli barang di luar karena global brand di semua negara jauh lebih murah dari Indonesia dan akhirnya konsumsi tidak terjadi. "Penurunan penjualan barang mewah ini sudah terasa dampaknya sejak awal tahun, aturan impor sempat berubah-berubah sehingga ngga pasti suplai barang, stok terbatas karena sulit didapat, keterbaruan barang ketinggalan dibanding negara tetangga jadi orang Indonesia yang ke luar negeri beli disana," ujar Haryanto.