Pada perdagangan awal pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kenaikan signifikan seiring dengan peningkatan minat investor. Dalam beberapa menit pertama, indeks naik hingga 1,86%, memperbaiki performa yang lesu pada akhir pekan lalu. Seluruh sektor mengalami penguatan, terutama sektor keuangan yang menjadi motor utama. Direktur BEI berencana bertemu para pelaku pasar untuk membahas langkah-langkah strategis dalam mendukung stabilitas bursa.
Bursa saham Indonesia membuka perdagangan Senin dengan catatan positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak hingga 1,6% pada pembukaan, mencapai level 6.370,79. Aktivitas perdagangan juga cukup tinggi, dengan nilai transaksi mencapai Rp 1,03 triliun hanya dalam dua menit pertama. Sebanyak 277 saham menguat, sementara 171 saham tidak bergerak dan 97 saham berada di zona merah. Beberapa menit setelah pembukaan, kenaikan IHSG meningkat hingga 1,86%. Hal ini menunjukkan sentimen positif dari para investor yang optimis dengan prospek ekonomi ke depan.
Kenaikan IHSG kali ini merupakan respons positif terhadap kondisi pasar yang kurang baik pada pekan sebelumnya. Pada penutupan Jumat, IHSG anjlok 3,31% ke level 6.270,60, mencatat posisi terendah sejak September 2021. Penurunan tersebut memperpanjang tren negatif selama tahun 2025, dengan total penurunan mencapai 11,43%. Namun, optimisme kembali muncul di awal pekan ini, didorong oleh kinerja sektor-sektor utama dan harapan adanya langkah-langkah strategis dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sektor keuangan menjadi pemimpin dalam penguatan IHSG pada hari Senin. Saham-saham bank besar seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Central Asia (BBCA) tumbuh pesat, memberikan kontribusi signifikan terhadap kenaikan indeks. BBRI melesat hampir 5% dan berkontribusi sebesar 24,6 indeks poin, sedangkan BMRI menguat lebih dari 3% dengan kontribusi 13,41 indeks poin. BBCA juga naik 2% dan berkontribusi 11,4 indeks poin. Bank Negara Indonesia (BBNI) ikut berkontribusi dengan kenaikan 2% dan kontribusi 2,39 indeks poin. Selain itu, saham-saham lain seperti Barito Renewables Energy (BREN), Chandra Asri Pacific (TPIA), dan Telkom Indonesia (TLKM) juga menjadi penggerak utama perdagangan hari ini.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyatakan bahwa pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan para pelaku pasar pada Senin mendatang. Tujuannya adalah untuk membahas langkah-langkah strategis yang dapat diterapkan dalam jangka pendek guna mendukung stabilitas bursa. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah kebijakan terkait short selling, dimana BEI akan mendengar masukan dari para pelaku pasar. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa kabar positif tetap ada agar investor asing tidak semakin menjauh dan tetap memiliki kepercayaan terhadap pasar modal Indonesia. Dengan demikian, BEI berusaha keras untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas pasar dan kepentingan para pelaku pasar.
Nilai tukar rupiah mengalami volatilitas yang tinggi pada awal pekan ini, dengan berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi. Salah satu penyebab utama adalah kebijakan tarif impor baru yang akan diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap Kanada, Meksiko, dan China. Selain itu, sejumlah data ekonomi domestik seperti indeks harga konsumen dan kondisi manufaktur juga berpotensi mempengaruhi nilai rupiah. Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah menutup perdagangan akhir pekan lalu di angka Rp16.575 per dolar AS, melemah 0,79% dibandingkan hari sebelumnya. Ini merupakan level terendah sepanjang sejarah. Secara mingguan, rupiah telah turun 1,69%, melanjutkan tren negatif yang dimulai sejak Oktober 2024. Situasi ini dipengaruhi oleh pemilihan Presiden Donald Trump dan awal kepemimpinan Prabowo Subianto di Indonesia.
Pelembutan rupiah yang signifikan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya kebijakan proteksionisme ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah AS. Kebijakan ini termasuk peningkatan tarif impor untuk melindungi industri dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan inflasi AS, sehingga Bank Sentral AS (The Fed) mungkin kesulitan untuk memangkas suku bunga secara agresif. Akibatnya, investor lebih tertarik untuk menanamkan modal mereka di AS, menyebabkan penguatan dolar AS. Indeks dolar AS mencapai level tertingginya sejak November 2022, mencapai 109 pada Januari 2025.
Sentimen negatif terhadap rupiah juga dipicu oleh pengumuman tarif impor baru yang akan diberlakukan oleh AS. Pada awal pekan depan, tarif 25% akan dikenakan kepada produk dari Meksiko dan Kanada, sementara China akan dikenakan tambahan tarif 10%. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi perdagangan narkotika ilegal yang masuk ke AS dari negara-negara tersebut. Meskipun kedua negara telah berjanji untuk meningkatkan pengawasan perbatasan, Trump menegaskan bahwa tarif tersebut akan tetap berlaku hingga masalah ini terpecahkan atau setidaknya sangat dibatasi. Keputusan ini menambah ketidakpastian di pasar global dan berpotensi memperburuk pelemahan rupiah.
Secara teknikal, pergerakan rupiah masih berada dalam tren pelemahan terhadap dolar AS. Diperkirakan pelemahan ini bisa terus berlanjut hingga menguji resistance terdekat di Rp16.740/US$. Sementara itu, potensi penguatan bisa dilihat pada support terdekat di Rp16.240/US$, yang didapatkan dari Moving Average 50 daily. Para analis menyarankan agar pelaku pasar tetap waspada terhadap sentimen global dan perkembangan kebijakan ekonomi AS yang dapat mempengaruhi nilai rupiah.
Pergerakan rupiah yang tidak menentu ini menunjukkan adanya tantangan besar bagi ekonomi Indonesia. Faktor-faktor eksternal, terutama kebijakan proteksionisme ekonomi AS, menjadi penyebab utama pelemahan mata uang Garuda. Di sisi lain, data ekonomi domestik juga berperan penting dalam menentukan arah nilai tukar. Pelaku pasar perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi fluktuasi yang lebih besar dalam beberapa waktu ke depan, dengan fokus pada langkah-langkah mitigasi risiko dan diversifikasi investasi.
Pada awal perdagangan tahun 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan signifikan. IHSG membuka perdagangan dengan kenaikan hampir 2% dan mencapai level psikologis penting. Penguatan ini didukung oleh sektor keuangan dan saham-saham blue chip. Meskipun pekan lalu mengalami penurunan drastis, BEI berencana untuk mengadakan pertemuan dengan pelaku pasar untuk mencari solusi jangka pendek.
Pada hari Senin, 3 Januari 2025, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memulai perdagangan dengan lonjakan positif yang mencolok. IHSG membuka perdagangan di angka 6.370,79, naik 1,6%. Dalam dua menit pertama, nilai transaksi mencapai Rp 1,03 triliun melibatkan 1,14 miliar saham dalam 59 ribu kali transaksi. Beberapa menit setelah pembukaan, IHSG terus menanjak hingga mencapai 6.400,34, atau kenaikan 2,07%. Semua sektor mengalami penguatan, dengan sektor keuangan menjadi pemimpin utama. Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) melesat hampir 5%, sementara Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Central Asia (BBCA) juga menguat lebih dari 2% dan 3% masing-masing. Selain itu, saham-saham seperti Barito Renewables Energy (BREN), Chandra Asri Pacific (TPIA), dan Telkom Indonesia (TLKM) juga berkontribusi besar pada penguatan IHSG. Lonjakan ini merupakan perbaikan dari penutupan perdagangan Jumat lalu yang anjlok 3,31% di level 6.270,60.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengumumkan bahwa BEI akan mengadakan pertemuan dengan para pelaku pasar pada Senin, 3 Maret 2025, untuk mendiskusikan langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam jangka pendek. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah kebijakan terkait short selling, yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas indeks dan mempertahankan kepercayaan investor asing terhadap pasar modal Indonesia.
Berita ini memberikan harapan baru bagi pasar modal Indonesia. Kenaikan IHSG yang signifikan menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan, pasar masih memiliki potensi untuk pulih. Langkah-langkah yang diambil oleh BEI dan OJK sangat penting untuk menjaga stabilitas dan membangun kepercayaan investor. Ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya fleksibilitas dan adaptasi dalam menghadapi dinamika pasar.