Pasar
PT Waskita Beton Precast Tbk Tanggapi Permohonan Pembatalan Perjanjian
2025-03-03

Dalam perkembangan terbaru, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) telah memberikan respons terkait permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan oleh perusahaan lain. Berdasarkan informasi dari Bursa Efek Indonesia, perusahaan bernama PT Willy Dwi Perkasa telah meminta pembatalan atas perjanjian perdamaian melalui jalur hukum formal di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Surat panggilan sidang untuk kasus ini telah diterima oleh manajemen WSBP pada akhir pekan lalu.

Komitmen kuat untuk mengikuti prosedur hukum menjadi fokus utama bagi WSBP. Manajemen menyatakan bahwa mereka akan tetap menghormati dan mematuhi semua tahapan hukum yang berlaku. Selain itu, pihaknya juga menegaskan bahwa tindakan ini tidak akan memberikan dampak besar terhadap operasional dan keberlangsungan usaha perusahaan. Langkah-langkah hukum yang diambil akan dipantau dengan cermat untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap aturan yang ada.

Pematuhan hukum dan integritas merupakan prinsip dasar dalam menjalankan bisnis. Menghadapi tantangan hukum seperti ini, penting bagi perusahaan untuk tetap berfokus pada tujuan utamanya sambil mematuhi proses hukum yang berlaku. Hal ini menunjukkan sikap bertanggung jawab dan profesionalisme perusahaan dalam mengelola setiap aspek operasionalnya.

Pandangan Warren Buffett Terhadap Kebijakan Tarif dan Dampaknya pada Ekonomi
2025-03-03

Warren Buffett, investor legendaris yang dikenal sebagai "Oracle of Omaha," mengungkapkan pandangannya tentang kebijakan tarif yang diimplementasikan oleh pemerintah. Menurutnya, tarif tersebut dapat memicu inflasi dan merugikan konsumen. Buffett menegaskan bahwa tarif sebenarnya adalah pajak tambahan yang dibebankan kepada barang-barang impor, dan biaya ini akhirnya akan ditanggung oleh konsumen. Selain itu, Buffett juga menyampaikan kekhawatirannya terkait dampak negatif dari kebijakan tarif agresif terhadap ekonomi global.

Dampak Negatif Kebijakan Tarif bagi Konsumen dan Ekonomi

Kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintah memiliki potensi untuk merusak stabilitas ekonomi. Buffett menjelaskan bahwa tarif pada dasarnya bertindak sebagai pajak tambahan yang harus dibayar oleh konsumen atas barang impor. Ia menekankan bahwa tidak ada pihak lain yang akan menanggung beban ini, termasuk entitas fiktif seperti "peri gigi." Pernyataan ini menjadi komentar publik pertama Buffett tentang kebijakan perdagangan Presiden Trump, yang telah mengumumkan tarif tinggi untuk beberapa negara.

Buffett mengungkapkan bahwa tarif tersebut bisa berfungsi sebagai hukuman ekonomi dan bahkan mungkin dianggap sebagai bentuk "perang" dalam konteks ekonomi. Ia menyoroti bahwa tarif pada akhirnya akan menjadi beban tambahan bagi konsumen, yang harus membayar lebih mahal untuk produk impor. Ini berpotensi memicu inflasi dan merusak daya beli masyarakat. Buffett juga menambahkan bahwa China telah mengancam akan membalas dengan langkah serupa, yang dapat memperburuk situasi ekonomi global.

Sikap Buffett Terhadap Pasar dan Persiapan Masa Depan

Buffett telah bersikap lebih defensif dalam setahun terakhir, dengan menjual saham dalam jumlah besar dan mengumpulkan dana tunai dalam jumlah rekor. Langkah ini dipandang oleh beberapa pihak sebagai tanda pesimisme terhadap pasar, sementara yang lain melihatnya sebagai persiapan bagi penerusnya di Berkshire Hathaway. Meskipun demikian, Buffett menolak memberikan komentar langsung tentang kondisi ekonomi saat ini, hanya menyebut bahwa topik tersebut sangat menarik tetapi tidak bisa dibahas lebih lanjut.

Pasar saham AS telah mengalami volatilitas tinggi karena kekhawatiran perlambatan ekonomi dan kebijakan Trump yang tidak terduga. Indeks S&P 500 hanya naik sekitar 1% sepanjang tahun ini. Buffett pernah menyampaikan kekhawatiran serupa pada tahun 2018 dan 2019, mengingatkan bahwa kebijakan tarif yang agresif dapat berdampak negatif bagi ekonomi global. Sikap defensif Buffett mencerminkan antisipasi terhadap ketidakpastian ekonomi dan persiapan untuk masa depan yang mungkin lebih menantang.

See More
Bank Rakyat Indonesia Rencanakan Program Pembelian Saham Senilai Rp3 Triliun
2025-03-03

Dalam upaya untuk memperkuat keterlibatan karyawan dan meningkatkan kinerja perusahaan, Bank Rakyat Indonesia (BRI) berencana melaksanakan program pembelian kembali saham (buyback) senilai maksimal Rp3 triliun. Program ini bertujuan untuk mendukung kepemilikan saham oleh karyawan dan direksi serta mendorong pertumbuhan jangka panjang perusahaan. Ini bukanlah kali pertama BRI melakukan buyback; sejak tahun 2015, bank telah menjalankan serangkaian program serupa yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pelaksanaan buyback terbaru ini akan dimintakan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2025.

Program buyback ini merupakan bagian dari strategi BRI untuk mempertahankan keberlanjutan dan meningkatkan partisipasi karyawan dalam kesuksesan perusahaan. Berdasarkan regulasi OJK, BRI telah mengimplementasikan beberapa program buyback sebelumnya pada tahun 2015, 2020, 2022, dan 2023. Semua saham hasil buyback tersebut kemudian dialihkan kepada karyawan sebagai bagian dari program kepemilikan saham. Untuk buyback tahun 2025, rencananya akan mengikuti Peraturan OJK No. 29/2023 yang baru.

Batas waktu pengalihan saham hasil buyback diperkirakan tidak lebih dari tiga tahun setelah pelaksanaan buyback selesai. Total nilai buyback 2025 ditetapkan maksimal Rp3 triliun, berasal dari kas internal BRI. Nilai ini belum termasuk biaya tambahan seperti komisi dan biaya lainnya yang diperkirakan mencapai 0,22% dari total nilai buyback. Selain itu, pelaksanaan buyback ini juga tidak akan mempengaruhi signifikan pendapatan dan biaya operasional perusahaan.

Perusahaan menegaskan bahwa buyback 2025 akan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Aset dan ekuitas perusahaan diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar nilai buyback ditambah biaya-biaya terkait. Namun, hal ini tidak akan menyebabkan kekayaan bersih perusahaan menjadi lebih rendah dari modal yang ditempatkan. Jadwal pelaksanaan buyback telah dipersiapkan dengan cermat, mulai dari pemberitahuan ke OJK dan BEI hingga periode pelaksanaan buyback yang diperkirakan berlangsung dari Maret 2025 hingga Maret 2026.

Rencana buyback ini menunjukkan komitmen kuat BRI dalam memperkuat hubungan dengan karyawannya sambil memastikan keberlanjutan bisnis. Dengan program ini, BRI berharap dapat mendorong karyawan untuk lebih terlibat dalam pencapaian tujuan perusahaan dan membangun fondasi yang kuat untuk pertumbuhan jangka panjang.

See More