Berita
Kontroversi Dugaan Keterlibatan Korea Utara di Ukraina: Mengungkap Kebenaran di Balik Tuduhan-Tuduhan
2024-10-31
Wakil Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB, Robert Wood, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 8.000 pasukan Korea Utara yang ditempatkan di wilayah Kursk, Rusia, dan siap bertempur di Ukraina. Hal ini disampaikannya dalam Sidang Dewan Keamanan PBB pada Kamis (31/10/2024), sekaligus mempertanyakan klaim Rusia terkait ketidakhadiran pasukan Korea Utara.

Tuduhan Pengiriman Pasukan Korea Utara ke Ukraina Memicu Kontroversi

Rusia Membantah Kehadiran Pasukan Korea Utara

Sejak pertama kali menyangkal keberadaan pasukan Korea Utara, Rusia belum secara resmi menanggapi atau mengonfirmasi kehadiran pasukan ini. Perwakilan Rusia di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara juga tidak memberikan tanggapan atas pertanyaan Wood. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keterlibatan Korea Utara dalam konflik Ukraina.

Tuduhan dari Negara-negara Lain

Selain AS, Inggris, Korea Selatan, dan Ukraina juga menuduh Rusia melanggar resolusi PBB serta Piagam PBB dengan pengerahan pasukan dari Korea Utara. Negara-negara ini menyatakan bahwa Korea Utara, yang selama ini dikenakan sanksi untuk menghentikan pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik, tidak memiliki hak untuk terlibat dalam konflik Ukraina.

Pembelaan Korea Utara

Setelah bantahan awal, Korea Utara kini justru membela tindakan pengiriman pasukannya sebagai sesuatu yang sah di bawah hukum internasional. Hal ini menambah kerumitan dalam upaya mengungkap kebenaran mengenai keterlibatan Korea Utara di Ukraina.

Peran China dalam Konflik Ukraina

Dalam sidang tersebut, AS juga menyinggung peran China yang diduga memberikan dukungan signifikan bagi industri pertahanan Rusia. Wakil Duta Besar China untuk PBB, Geng Shuang, membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa China tidak menyediakan senjata bagi pihak manapun yang terlibat dalam konflik Ukraina. Namun, AS tetap menegaskan bahwa dukungan China memperpanjang konflik yang telah berlangsung sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022.

Sidang Dewan Keamanan PBB

Sidang Dewan Keamanan PBB ini diadakan atas permintaan Rusia untuk membahas suplai senjata Barat kepada Ukraina. Namun, dalam sidang tersebut, isu mengenai dugaan keterlibatan pasukan Korea Utara di Ukraina menjadi sorotan utama.Dengan berbagai tuduhan dan bantahan yang saling dilontarkan, isu keterlibatan pasukan Korea Utara di Ukraina semakin menjadi kontroversi yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Kejelasan mengenai kebenaran di balik tuduhan-tuduhan ini akan menjadi kunci dalam memahami dinamika konflik Ukraina yang semakin kompleks.
Memperkuat Upaya Pengembalian Aset Korupsi: Langkah Pemerintah Menuju Keadilan Sosial
2024-10-31
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memperkuat upaya pengembalian aset hasil korupsi. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset yang telah bergulir sejak 2012 akan kembali diajukan ke DPR RI pada tahun 2025. Langkah ini diharapkan dapat memaksimalkan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.

Memperkuat Upaya Pengembalian Aset Korupsi Demi Keadilan Sosial

Rencana Pengajuan RUU Perampasan Aset ke DPR RI

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa pemerintah akan mengajukan kembali RUU tentang Perampasan Aset pada tahun 2025. Rancangan undang-undang ini sejauh ini belum pernah dibahas meskipun sudah bergulir sejak 2012. Pemerintah saat ini tengah mendiskusikan untuk melanjutkan pengajuan RUU Perampasan Aset ke DPR RI dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2025.Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengungkapkan bahwa RUU tentang Perampasan Aset kemungkinan besar akan dibahas pada periode DPR RI berikutnya. Meskipun Presiden Joko Widodo telah meminta agar RUU tersebut segera diselesaikan, namun waktu yang tersisa dalam masa sidang DPR RI periode 2019-2024 sudah sangat terbatas.

Pentingnya Prinsip Ultimum Remedium dalam Penanganan Korupsi

Menurut Sahroni, pidana penjara tidak akan efektif untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi. Oleh karena itu, prinsip ultimum remedium untuk menangani kasus korupsi perlu dilakukan demi memaksimalkan pengembalian kerugian negara. Walaupun upaya perampasan aset dan pengembalian kerugian negara merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya saling terkait dalam upaya meminimalisir kerugian negara dan memberikan efek jera kepada pelaku.Sahroni, yang telah meraih gelar doktor dari Universitas Borobudur dengan disertasi yang bertema korupsi, menyatakan bahwa tindak pidana korupsi di manapun masih tetap ada. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah upaya untuk meminimalisir kerugian negara di samping memberikan efek jera kepada pelaku.

Tantangan dan Harapan dalam Pengembalian Aset Korupsi

Upaya pengembalian aset hasil korupsi memang menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi hukum, politik, maupun sosial. Namun, pemerintah tetap berkomitmen untuk memperkuat langkah-langkah dalam mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.Dengan pengajuan kembali RUU Perampasan Aset ke DPR RI, diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang lebih kuat dalam upaya pengembalian aset korupsi. Selain itu, penerapan prinsip ultimum remedium dalam penanganan kasus korupsi juga diharapkan dapat memaksimalkan pengembalian kerugian negara dan memberikan efek jera yang lebih efektif bagi pelaku.Meskipun masih terdapat berbagai tantangan, pemerintah tetap optimis bahwa upaya pengembalian aset korupsi dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
See More
Memilih Pemimpin KPK yang Kredibel: Kunci Pemberantasan Korupsi di Indonesia
2024-10-31
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menyerukan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan seleksi ulang terhadap 10 calon pimpinan KPK saat ini. Menurutnya, belum ada sosok yang dianggap cocok untuk memimpin lembaga antikorupsi tersebut.

Pimpinan KPK yang Kredibel, Kunci Pemberantasan Korupsi

Keraguan terhadap Komposisi Calon Pimpinan KPK Saat Ini

Abraham Samad menyatakan kekhawatirannya terhadap komposisi calon pimpinan KPK yang ada saat ini. Menurutnya, dari 10 kandidat yang diajukan, belum ada sosok yang dianggap kredibel dan mampu memimpin lembaga antikorupsi tersebut dengan baik. Ia berharap agar pemerintah dapat memilih calon pimpinan KPK yang benar-benar kredibel dan memiliki integritas tinggi.Samad menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk menganulir komposisi calon pimpinan dan calon Dewas KPK yang ada saat ini. Ia mendorong pemerintah untuk membentuk Panitia Seleksi (Pansel) yang baru dan melakukan seleksi ulang terhadap calon pimpinan KPK. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa sosok yang terpilih benar-benar mampu memimpin lembaga antikorupsi tersebut dengan baik.

Pentingnya Sosok Pimpinan KPK yang Kredibel

Menurut Samad, sosok pimpinan KPK yang kredibel merupakan kunci dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia meyakini bahwa pemimpin yang memiliki integritas dan kompetensi yang tinggi akan mampu memimpin KPK dengan baik dan menjalankan tugas-tugasnya secara efektif.Samad mencontohkan beberapa sosok pimpinan KPK di masa lalu yang dianggap kredibel dan berhasil membawa lembaga tersebut mencapai prestasi yang gemilang. Ia berharap agar pemerintah dapat memilih calon pimpinan KPK yang memiliki kualitas serupa, sehingga KPK dapat kembali menjadi lembaga yang kuat dan dipercaya oleh masyarakat.

Harapan Masyarakat terhadap Pimpinan KPK yang Baru

Masyarakat Indonesia memiliki harapan besar terhadap pimpinan KPK yang baru. Mereka berharap agar sosok yang terpilih dapat membawa KPK kembali menjadi lembaga yang kuat, independen, dan mampu memberantas korupsi secara efektif.Berbagai kalangan, termasuk akademisi, aktivis antikorupsi, dan masyarakat umum, telah menyuarakan pentingnya memilih pimpinan KPK yang benar-benar kredibel dan memiliki integritas tinggi. Mereka meyakini bahwa hal ini akan menjadi kunci keberhasilan KPK dalam menjalankan tugas-tugasnya di masa depan.Oleh karena itu, Samad menekankan bahwa pemerintah harus benar-benar cermat dalam memilih calon pimpinan KPK yang baru. Proses seleksi harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, sehingga masyarakat dapat memiliki kepercayaan terhadap sosok yang terpilih.
See More