Pasar
Transformasi Pengawasan Keuangan Derivatif: Memperkuat Industri Keuangan Indonesia
2024-11-01
Industri keuangan Indonesia akan menghadapi perubahan signifikan dengan dialihkannya pengawasan keuangan derivatif dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi landasan hukum bagi transisi ini, yang diharapkan dapat memperkuat pengawasan dan tata kelola industri keuangan di Indonesia.

Menyambut Perubahan: Peluang dan Tantangan Bagi Industri Keuangan

Peralihan Pengawasan Keuangan Derivatif ke OJK

Sesuai amanat UU P2SK, pengaturan dan pengawasan keuangan derivatif akan dialihkan dari Bappebti ke OJK. Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK, Antonius Hari, menyatakan bahwa saat ini OJK sedang menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari UU P2SK, yang akan mengatur peralihan kewenangan ini. Bersamaan dengan itu, OJK juga tengah menyusun dan mengidentifikasi beberapa ketentuan untuk implementasi peralihan pengawasan keuangan derivatif.Antonius Hari menjelaskan bahwa proses peralihan ini merupakan salah satu dari 37 amanat turunan UU P2SK pada klaster Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK). Tidak semua amanat tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), melainkan OJK akan memutuskan beberapa klaster utama terkait pelaku, SRO, produk, serta kebijakan penunjang. Diharapkan seluruh turunan UU P2SK dapat selesai sebelum Januari 2025.

Tantangan Implementasi Peralihan Pengawasan

Meskipun proses peralihan pengawasan keuangan derivatif dari Bappebti ke OJK telah digariskan dalam UU P2SK, Antonius Hari mengakui adanya beberapa kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah terkait dengan proses penerbitan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana, yang saat ini masih terkendala di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) akibat adanya pergantian kementerian.Selain itu, OJK juga harus menyusun dan mengidentifikasi berbagai ketentuan baru untuk mengatur implementasi peralihan kewenangan pengawasan keuangan derivatif. Hal ini membutuhkan koordinasi dan sinkronisasi yang baik antara OJK, Bappebti, dan pemangku kepentingan lainnya agar proses transisi dapat berjalan lancar.

Peluang Penguatan Pengawasan dan Tata Kelola Industri Keuangan

Meskipun menghadapi tantangan, peralihan pengawasan keuangan derivatif ke OJK juga membuka peluang bagi penguatan pengawasan dan tata kelola industri keuangan di Indonesia. Sebagai regulator pasar modal, OJK diharapkan dapat menerapkan standar pengawasan yang lebih komprehensif dan terintegrasi, sehingga dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan bagi para pelaku pasar.Selain itu, sinergi antara pengawasan pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon di bawah satu otoritas dapat mendorong pengembangan produk-produk keuangan yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hal ini dapat memperkuat daya saing industri keuangan Indonesia di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Menyiapkan Industri Keuangan untuk Masa Depan

Peralihan pengawasan keuangan derivatif ke OJK merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat sektor keuangan Indonesia. Melalui UU P2SK, pemerintah bertekad untuk mengembangkan dan menguatkan industri keuangan agar dapat lebih tangguh, inovatif, dan berdaya saing global.Dengan adanya pengawasan yang lebih komprehensif dan terintegrasi di bawah OJK, diharapkan industri keuangan Indonesia dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan. Hal ini akan mendukung upaya pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berdaya saing.Perjalanan menuju industri keuangan yang lebih kuat dan modern memang tidak akan mudah, namun dengan komitmen dan kerja sama yang baik antara regulator, pelaku industri, dan pemangku kepentingan lainnya, Indonesia dapat mewujudkan visi tersebut. Peralihan pengawasan keuangan derivatif ke OJK merupakan langkah penting dalam menyiapkan industri keuangan Indonesia untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan.
Bukalapak Menghadapi Gugatan Perdata: Komitmen untuk Memperkuat Tata Kelola Perusahaan
2024-11-01
Emiten e-commerce Grup Emtek, PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA), telah divonis untuk membayar ganti rugi sebesar Rp107 miliar kepada PT Harmas Jalesveva dalam putusan kasasi untuk kasus perdata. Meskipun Bukalapak menyatakan bahwa kasus hukum ini tidak berdampak material terhadap operasional dan keuangan perusahaan, mereka tetap berkomitmen untuk memperkuat kebijakan internal dan melakukan evaluasi berkala guna mencegah potensi masalah hukum di masa depan.

Kasus Hukum Bukalapak yang Berpotensi Mengganggu Stabilitas Operasional

Awal Mula Konflik dengan PT Harmas Jalesveva

Konflik ini bermula ketika Bukalapak memutus secara sepihak terkait LOI (Letter of Intent) Sewa Gedung One Belpark Office di Jalan Fatmawati Raya, Jakarta Selatan. Pada awalnya, Bukalapak menjanjikan akan menyewa seluruh lantai gedung, namun kemudian membatalkannya secara sepihak, sehingga menimbulkan kerugian bagi PT Harmas Jalesveva selaku pemilik gedung.Padahal, PT Harmas Jalesveva telah melaksanakan kewajibannya untuk membangun dan menyediakan gedung sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh Bukalapak. Namun, setelah PT Harmas menyelesaikan kewajibannya, Bukalapak justru menuding PT Harmas lalai karena terlambat menyelesaikan pembangunan gedung.

Gugatan Perdata dan Putusan Kasasi

Atas tindakan Bukalapak yang dianggap merugikan, PT Harmas Jalesveva mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap Bukalapak. Dalam putusan kasasi, Bukalapak dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp107 miliar kepada PT Harmas Jalesveva.Meskipun Bukalapak menyatakan bahwa kasus hukum ini tidak berdampak material terhadap operasional dan keuangan perusahaan, mereka tetap berkomitmen untuk memperkuat kebijakan internal dan melakukan evaluasi berkala guna mencegah potensi masalah hukum di masa depan.

Upaya Hukum Peninjauan Kembali

Bukalapak menyatakan akan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung terkait putusan kasasi yang mewajibkan mereka membayar ganti rugi Rp107 miliar kepada PT Harmas Jalesveva. Hal ini menunjukkan bahwa Bukalapak tidak menerima begitu saja putusan tersebut dan akan berupaya untuk mencari keadilan melalui jalur hukum yang tersedia.Sementara itu, PT Harmas Jalesveva telah memohonkan eksekusi atas putusan kasasi tersebut. Namun, Bukalapak belum melaksanakan isi putusan dengan membayarkan ganti rugi secara sukarela. Dalam waktu dekat, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan melakukan peneguran (aanmaning) terhadap Bukalapak untuk segera membayar kerugian kepada PT Harmas.

Dampak Kasus Hukum Bukalapak

Meskipun Bukalapak menyatakan bahwa kasus hukum ini tidak berdampak material terhadap operasional dan keuangan perusahaan, namun potensi dampak yang dapat ditimbulkan tidak dapat diabaikan begitu saja. Kasus hukum ini dapat mengganggu stabilitas operasional Bukalapak, terutama jika upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan tidak berhasil.Selain itu, kasus ini juga dapat mempengaruhi kepercayaan investor dan masyarakat terhadap Bukalapak sebagai perusahaan publik. Reputasi perusahaan yang terganggu dapat berdampak pada kinerja keuangan dan pertumbuhan bisnis Bukalapak di masa depan.Oleh karena itu, Bukalapak perlu memprioritaskan penyelesaian kasus hukum ini dengan bijaksana dan profesional, serta terus memperkuat tata kelola perusahaan untuk mencegah potensi masalah hukum serupa di kemudian hari. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas operasional dan mempertahankan kepercayaan pemangku kepentingan terhadap Bukalapak.
See More
Pasar Modal Indonesia Tetap Kokoh di Tengah Gejolak Pasar Global
2024-11-01
Meskipun investor asing tercatat melakukan penjualan bersih senilai Rp340,75 miliar di seluruh pasar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup menguat tipis pada akhir perdagangan Kamis (31/10/2024). Hal ini menunjukkan ketangguhan pasar modal Indonesia dalam menghadapi aksi jual asing.

Pasar Modal Indonesia Tetap Kokoh di Tengah Aksi Jual Asing

Pergerakan IHSG di Akhir Pekan

Setelah merana sejak awal pekan, IHSG berhasil ditutup menguat tipis 0,06% ke posisi 7.574,02 pada akhir perdagangan Kamis (31/10/2024). Nilai transaksi indeks pada hari tersebut mencapai sekitar Rp 13 triliun dengan melibatkan 21 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 294 saham naik, 285 saham terkoreksi, dan 208 saham stagnan.Meskipun investor asing tercatat melakukan penjualan bersih, IHSG masih mampu bertahan di zona hijau. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia tetap kokoh dan mampu menyerap aksi jual asing. Investor domestik tampaknya menjadi penyangga yang kuat bagi pergerakan IHSG.

Saham-Saham yang Dilepas Asing

Mengutip data dari RTI Business, berikut adalah 10 saham yang mengalami net foreign sell terbesar pada perdagangan Kamis:1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) – Rp209,3 miliar2. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) – Rp139,0 miliar3. PT Astra International Tbk. (ASII) – Rp109,5 miliar4. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) – Rp62,5 miliar5. PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) – Rp59,3 miliar6. PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) – Rp34,3 miliar7. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) – Rp15,4 miliar8. PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) – Rp14,6 miliar9. PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) – Rp13,0 miliar10. PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) – Rp13,0 miliarSaham-saham besar seperti Bank Mandiri, BCA, Astra International, dan BNI menjadi incaran investor asing untuk dilepas. Namun, pasar modal Indonesia tetap mampu menyerap aksi jual tersebut dan mempertahankan pergerakan IHSG di zona positif.

Respons Positif Pasar terhadap Kabinet Baru

Selain itu, video yang ditampilkan di bawah artikel ini menunjukkan respons positif pasar terhadap pembentukan kabinet baru pemerintahan. IHSG tercatat menguat selama 7 hari berturut-turut, menandakan kepercayaan investor terhadap arah kebijakan ekonomi yang akan dijalankan oleh pemerintahan yang baru.Hal ini mengindikasikan bahwa pasar modal Indonesia memiliki fundamental yang kuat dan mampu bertahan di tengah berbagai tantangan, termasuk aksi jual asing. Investor domestik tampaknya menjadi penyangga utama bagi pergerakan IHSG, sehingga indeks tetap mampu bergerak di zona positif.
See More