Berita
Peningkatan PPN 12%: Dampak Terhadap Ekonomi dan Daya Beli Masyarakat
2024-12-24
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menegaskan bahwa peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% tidak akan secara signifikan mempengaruhi daya beli masyarakat. Meski demikian, berbagai pihak memiliki pandangan yang berbeda terkait implikasi kebijakan ini.

Strategi Optimalisasi PPN untuk Mendukung Ekonomi Nasional

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Rendah

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyatakan bahwa inflasi saat ini masih terjaga di angka 1,6%. Berdasarkan perhitungan pemerintah, dampak kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% hanya sebesar 0,2%. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi diperkirakan tetap rendah sesuai target APBN 2025, yaitu berkisar antara 1,5% hingga 3,5%.Dengan kondisi ekonomi yang stabil, peningkatan PPN ini diharapkan tidak akan menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan. Contohnya, pada tahun 2022, ketika PPN naik dari 10% menjadi 11%, tingkat inflasi mencapai 5,51%. Namun, hal tersebut lebih disebabkan oleh tekanan harga global, gangguan pasokan pangan, dan penyesuaian harga BBM akibat permintaan pasca-pandemi.

Perspektif Pengusaha dan Bankir

Meskipun pemerintah optimistis, pengusaha dan bankir memiliki pandangan yang berbeda. Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk., Efdinal Alamsyah, mengungkapkan bahwa kenaikan PPN dapat meningkatkan harga barang dan jasa, sehingga menekan daya beli masyarakat. Situasi ini berpotensi mengurangi permintaan kredit konsumer, seperti KPR dan KKB.Executive Vice President Consumer Loan PT Bank Central Asia Tbk., Welly Yandoko, juga menyoroti tantangan bagi penjualan properti primer di tahun 2025. Kenaikan harga bahan bangunan dan ketidakpastian ekonomi bisa berdampak negatif pada daya beli masyarakat. Namun, BCA tetap optimis dengan strategi kolaborasi antara bank dan para pengembang untuk menjaga pertumbuhan.

Tujuan dan Implikasi Peningkatan PPN

Co-Founder Tumbuh Makna (TMB), Benny Sufami, menjelaskan bahwa peningkatan PPN merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatan negara yang nantinya dialihkan ke sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan program pemerintah lainnya.Namun, Benny menekankan pentingnya pemantauan daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, karena hal ini sangat menentukan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, tiga bulan pertama sebagai masa transisi akan menjadi periode kritis, di mana harga barang cenderung naik. Oleh karena itu, stimulus pemerintah di periode ini sangat penting untuk meredam dampak negatif.

Persiapan dan Respons Masyarakat

Untuk menghadapi dampak optimalisasi PPN, masyarakat perlu mempersiapkan diri dengan bijaksana. Beberapa langkah yang dapat dilakukan termasuk mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik dan memperhatikan alokasi belanja. Selain itu, pemerintah harus aktif memberikan informasi dan dukungan kepada masyarakat agar dapat mengantisipasi perubahan ini dengan efektif.Kesimpulannya, peningkatan PPN dari 11% menjadi 12% membawa tantangan dan peluang. Meski ada potensi dampak negatif pada daya beli masyarakat, melalui strategi yang tepat dan respons cepat dari berbagai pihak, dampak negatif ini dapat diminimalkan.
Pemerintah Siap Hadapi Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di 2025
2024-12-24

Dalam persiapan menghadapi tahun 2025, pihak berwenang memperkirakan kondisi cuaca akan kembali normal tanpa adanya fenomena ekstrem. Meski demikian, upaya waspada tetap ditingkatkan terutama di daerah rawan bencana. Strategi ini melibatkan berbagai sektor dalam penanganan potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), termasuk koordinasi lintas instansi dan masyarakat untuk mencegah dampak negatif.

Penyelarasan Langkah-langkah Preventif dan Responsif

Berdasarkan prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tahun depan diproyeksikan tidak akan mengalami perubahan iklim ekstrem. Namun, pihak berwenang tetap memprioritaskan kewaspadaan, khususnya di wilayah dengan ciri hidrologi gambut yang rentan terhadap kebakaran. Untuk itu, operasi modifikasi cuaca menjadi salah satu strategi penting yang akan terus dilakukan.

Selain itu, persiapan darurat juga telah disiapkan melalui kolaborasi antara Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, desa tangguh bencana, serta partisipasi aktif masyarakat dan pemerintah setempat. Koordinasi lintas sektoral ini bertujuan untuk memastikan respons cepat dan efektif dalam mengatasi potensi kebakaran.

Komitmen penegakan hukum juga menjadi prioritas utama. Pihak berwenang menegaskan akan menindak tegas segala bentuk pembukaan lahan menggunakan api, baik oleh individu maupun perusahaan. Langkah-langkah hukum telah disiapkan guna mencegah praktik tersebut dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

Dengan persiapan matang dan kerjasama lintas sektoral, pihak berwenang menjamin kepada masyarakat bahwa pemerintah siap menghadapi potensi Karhutla di tahun 2025. Upaya ini bertujuan untuk meminimalisir dampak negatif, termasuk pencemaran udara yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Dari sudut pandang seorang jurnalis, langkah-langkah preventif dan responsif yang telah disiapkan oleh pemerintah merupakan tindakan proaktif yang patut dipuji. Ini menunjukkan komitmen kuat untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Diharapkan, upaya ini dapat meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan.

See More
Kontroversi Kenaikan PPN 12% Menjadi Isu Panas di DPR
2024-12-24

Debat mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) semakin memanas. Fraksi-fraksi utama di DPR, termasuk PDIP, Gerindra, dan Golkar, terlibat dalam pertikaian yang melibatkan penentuan dan penolakan kebijakan ini. Penolakan PDIP terhadap kenaikan PPN 12% mengejutkan banyak pihak, mengingat partai tersebut berperan penting dalam pembahasan UU HPP. Situasi ini memunculkan pertanyaan tentang alasan mendadaknya sikap PDIP dan implikasinya bagi ekonomi nasional.

Pertanyaan Publik Terhadap Sikap PDIP

Sikap tiba-tiba PDIP dalam menolak kenaikan PPN 12% telah memicu reaksi dari berbagai kalangan. Banyak anggota DPR lainnya merasa heran dengan perubahan posisi PDIP, mengingat partai tersebut sebelumnya bertanggung jawab atas panitia kerja yang membahas UU HPP. Partai Gerindra dan Golkar, misalnya, menyuarakan kebingungan mereka atas langkah PDIP yang dinilai inkonsisten.

Waketum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati, mengungkapkan keheranannya ketika seorang kader PDIP tiba-tiba menyuarakan penolakan terhadap kenaikan PPN 12% di rapat paripurna. Dia bertanya-tanya mengapa PDIP baru menunjukkan penolakan sekarang, padahal mereka sebelumnya memiliki andil besar dalam penyusunan undang-undang tersebut. Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI dari Partai Golkar, juga menyoroti hal serupa, menegaskan bahwa PDIP tidak boleh mencoba "cuci tangan" dari proses politik yang telah mereka pimpin.

Penjelasan PDIP dan Respons Pemerintah

PDIP akhirnya memberikan klarifikasi mengenai kontroversi kenaikan PPN 12%. Deddy Yevri Sitorus, Ketua DPP PDIP, menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN bukanlah inisiatif PDIP, melainkan hasil usulan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Deddy menekankan bahwa partainya tidak bermaksud menyalahkan pemerintahan saat ini, tetapi merasa kondisi ekonomi yang berubah membuat kenaikan PPN perlu dipertimbangkan ulang.

Deddy mengungkapkan bahwa pada masa pembahasan UU HPP, asumsi ekonomi Indonesia dan global masih positif. Namun, situasi ekonomi yang kini lebih sulit, seperti daya beli masyarakat yang turun dan nilai tukar Rupiah yang melemah, mendorong PDIP untuk meminta peninjauan ulang kebijakan tersebut. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, menambahkan bahwa UU HPP merupakan inisiatif pemerintah era Jokowi dan disetujui oleh semua fraksi di DPR. Dia menekankan bahwa pemerintah memiliki ruang untuk menyesuaikan tarif PPN sesuai kondisi ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menegaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 tetap sesuai dengan amanat UU HPP. Dia menjamin bahwa kebijakan ini telah melalui pembahasan mendalam dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi. Sri Mulyani berkomitmen untuk mensosialisasikan kebijakan ini secara komprehensif kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan.

See More