Pemilik atau calon pembeli Honda CR-V perlu memahami bahwa biaya pajak tahunan kendaraan ini berfluktuasi sesuai dengan tahun produksi dan model. Untuk membantu konsumen merencanakan keuangan mereka, artikel ini menyajikan informasi terperinci tentang perubahan biaya pajak dari tahun ke tahun. Mulai dari generasi awal hingga model terbaru, peningkatan fitur dan teknologi telah mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik. Informasi ini akan membantu konsumen membuat keputusan yang lebih tepat saat memilih varian Honda CR-V yang sesuai dengan anggaran mereka.
Sejak pertama kali diluncurkan, Honda CR-V telah mengalami beberapa pembaruan signifikan. Untuk periode 2000-2005, biaya pajak berkisar antara Rp1.860.000 hingga Rp2.880.000. Selanjutnya, pada era 2006-2011, adanya peningkatan spesifikasi dan fitur menyebabkan kenaikan pajak menjadi Rp2.080.000 hingga Rp3.620.000. Model-model selanjutnya, yaitu untuk tahun 2012-2017, menunjukkan lonjakan signifikan dalam pajak tahunan, mencapai rentang Rp3.560.000 hingga Rp7.800.000. Ini seiring dengan penerapan teknologi dan desain yang semakin modern.
Masuk ke era terkini, model Honda CR-V produksi 2018-2023 memiliki biaya pajak tertinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Pajak tahunannya bervariasi antara Rp6.280.000 hingga Rp10.227.000. Penyebab utamanya adalah penambahan fitur canggih dan peningkatan kualitas serta performa kendaraan. Hal ini mencerminkan evolusi teknologi otomotif yang pesat dalam satu dekade terakhir.
Perlu diingat bahwa besaran pajak kendaraan dapat berbeda-beda di setiap daerah, bergantung pada nilai jual dan kondisi unit tersebut. Konsumen disarankan untuk melakukan verifikasi melalui layanan e-Samsat atau aplikasi Samsat online yang tersedia di provinsi masing-masing. Dengan demikian, informasi yang diperoleh akan lebih akurat dan relevan dengan situasi lokal.
Ketika mempertimbangkan pembelian Honda CR-V, pemahaman mendalam tentang struktur biaya pajak sangat penting. Fluktuasi biaya ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor waktu dan teknologi, tetapi juga oleh lokasi dan kondisi kendaraan. Dengan informasi yang cukup, calon pembeli dapat membuat keputusan yang bijaksana, memastikan bahwa mereka memilih model yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial mereka.
Pertarungan antara Gervonta Davis dan Lamont Roach Jr. di Barclays Center menghasilkan hasil yang tak terduga. Davis, seorang petinju yang biasanya mendominasi lawannya dengan pukulan keras, kali ini gagal melukai Roach. Sebaliknya, ia menerima serangan balik dan bahkan sempat berlutut karena serangan ke arah tubuh. Selain itu, Davis mengalami masalah dengan bahan kimia rambut yang menyengat matanya. Hasil akhir pertandingan adalah seri, dengan ketidaksetujuan antara juri tentang skor ronde kesembilan.
Gervonta Davis, yang biasanya mendominasi lawannya dengan pukulan mematikan, harus menghadapi tantangan baru dalam pertarungan ini. Dia mengakui bahwa performanya tidak sesuai harapan dan merasa dapat melakukan lebih baik jika pertarungan dilakukan kembali. Davis menunjukkan sikap introspeksi setelah laga, mengakui bahwa dia bisa berbuat lebih banyak dan akan kembali ke latihan dalam waktu seminggu untuk memperbaiki diri.
Davis mengalami beberapa kendala selama pertarungan, termasuk serangan balik dari Roach yang membuatnya berlutut pada ronde kesembilan. Selain itu, ia juga mengalami iritasi mata akibat bahan kimia rambut yang disebut sebagai 'ho juice'. Ini mempengaruhi performanya dan menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada hasil imbang tersebut. Meskipun demikian, Davis percaya bahwa ia telah cukup baik di atas kertas untuk memenangkan pertandingan, namun hanya satu dari tiga juri yang memberinya skor kemenangan.
Pertarungan antara Davis dan Roach berakhir dengan hasil imbang, meskipun ada perbedaan pendapat yang signifikan antara para juri. Ketidaksetujuan utama terletak pada penilaian ronde kesembilan, di mana Davis terjatuh setelah serangan ke arah tubuh oleh Roach. Waspada terhadap potensi knockdown, wasit Steve Willis memilih untuk tidak memutuskan hal tersebut sebagai knockdown, tetapi membiarkan Davis pulih sejenak.
Keputusan ini menjadi titik kontroversi, karena jika serangan tersebut dianggap sebagai knockdown, maka Roach akan mendapatkan skor 10-8 untuk ronde tersebut dan mungkin saja menjadi juara. Namun, dua dari tiga juri memberikan skor seri, sementara satu juri memberikan kemenangan tipis kepada Davis. Hal ini menunjukkan betapa dekatnya pertarungan tersebut dan bagaimana penilaian subjektif juri mempengaruhi hasil akhir.
Pada masa penjajahan, Kerajaan Bone di Sulawesi Selatan menjadi salah satu benteng pertahanan utama yang berani melawan dominasi Belanda. Meskipun awalnya Belanda merencanakan serangan mudah terhadap wilayah ini, perlawanan sengit dari pasukan Bone membuat mereka harus mengirimkan pasukan tambahan. Akhirnya, Belanda mengirim ekspedisi militer besar-besaran yang dipimpin oleh Mayor Jenderal van Geen untuk menaklukkan Bone dan memperluas kekuasaannya di Sulawesi Selatan. Namun, persiapan ekspedisi ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk perbedaan pendapat antara pejabat Belanda sendiri.
Ketika Belanda merencanakan ekspedisi militer ke Sulawesi Selatan, mereka tidak menyadari bahwa kerajaan Bone memiliki kekuatan militer yang kuat dan mampu memberikan perlawanan sengit. Awalnya, Belanda percaya bahwa penaklukan Bone akan berjalan lancar, namun kenyataan justru berbanding terbalik. Perang berulang kali dilancarkan, tetapi Belanda mengalami beberapa kekalahan yang signifikan. Untuk mengatasi hal ini, mereka akhirnya mengirimkan pasukan ekspedisi besar-besaran.
Dalam rangka memperkuat posisi mereka, Belanda menugaskan Mayor Jenderal van Geen untuk memimpin ekspedisi ini. Van Geen tiba di Makassar pada 20 Januari 1825 dan segera mempersiapkan rencana pemberangkatan pasukan. Rencana penyerangan ini melibatkan mendaratkan sebagian pasukan di berbagai tempat strategis, serta melakukan serangan meriam terhadap daerah-daerah yang dikuasai Bone. Sebagian lainnya bertugas melindungi pos-pos penting Belanda. Tujuan akhir adalah menguasai daerah pedalaman dan menduduki Pantai Bone. Namun, persiapan ekspedisi ini tidak berjalan mulus karena adanya keterbatasan perlengkapan dan kondisi kesehatan pasukan yang buruk. Selain itu, perbedaan pendapat antara van Geen dengan komisaris Belanda lainnya, yaitu van Schelle dan Tobias, juga menambah kesulitan.
Selain menghadapi perlawanan dari pasukan Bone, ekspedisi Belanda juga menghadapi konflik internal antara para pejabatnya. Van Geen, sebagai pemimpin ekspedisi, memiliki pandangan yang berbeda tentang urutan penyerangan. Dia meyakini bahwa penaklukan Bone harus didahulukan karena kerajaan ini merupakan ancaman terbesar bagi dominasi Belanda di Sulawesi Selatan. Sementara itu, komisaris van Schelle dan Tobias lebih ingin menargetkan Tanete dan Suppa terlebih dahulu.
Van Geen berpendapat bahwa penaklukan Bone akan mempermudah proses penaklukan kerajaan-kerajaan lainnya. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Bone merupakan penghalang utama dalam usaha perluasan kekuasaan Belanda. Dengan menguasai Bone, Belanda dapat memperkuat posisinya dan mengurangi ancaman dari kerajaan-kerajaan lokal lainnya. Namun, perbedaan pendapat ini menyebabkan ketegangan di antara pejabat Belanda. Van Geen menghadapi tantangan dalam mendapatkan dukungan penuh dari rekan-rekannya. Selain itu, kondisi logistik dan kesehatan pasukan juga menjadi faktor yang mempengaruhi persiapan ekspedisi. Van Geen harus bekerja keras untuk memastikan bahwa pasukan yang dibawa dalam kondisi prima, meskipun harus menghadapi keterbatasan sumber daya. Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun Belanda memiliki kekuatan militer yang besar, mereka masih menghadapi banyak hambatan dalam mencapai tujuan mereka di Sulawesi Selatan.