Automóvel
O Renascimento do Salão do Automóvel de São Paulo: Uma Vitrine Transformada para a Indústria Automotiva Brasileira
2024-11-01
Após um hiato de sete anos, o Salão do Automóvel de São Paulo está de volta em 2025, trazendo consigo uma série de mudanças significativas. Com o objetivo de alinhar-se aos padrões internacionais e promover uma experiência mais focada nos produtos, tecnologias e serviços, a organização do evento estabeleceu novas regras para os expositores. Essa transformação, embora possa gerar algumas preocupações, é vista por especialistas como uma oportunidade de revitalizar e fortalecer a relevância deste evento icônico.

Uma Vitrine Renovada para a Indústria Automotiva Brasileira

Retomando as Raízes e Abraçando a Inovação

O Salão do Automóvel de São Paulo tem uma história de seis décadas, acompanhando o fortalecimento da indústria automotiva brasileira. Ao longo dos anos, o evento chegou a receber até 600 mil visitantes, consolidando-se como uma vitrine essencial para as marcas e modelos nacionais e internacionais. Agora, com o retorno do evento em 2025, a organização busca resgatar essa conexão com o público, ao mesmo tempo em que se adapta às tendências globais.

Segundo a ANFAVEA (Associação Nacional das Fabricantes de Veículos Automotores), o foco do Salão do Automóvel será totalmente voltado para os produtos, a experiência com test-drives, os serviços aos clientes e, principalmente, as novas tecnologias de propulsão ambientalmente amigáveis, de segurança e de conectividade entre carro e motorista, além da conexão entre veículos e o seu entorno. Essa abordagem reflete a necessidade de acompanhar as transformações do setor, alinhando-se aos padrões internacionais estabelecidos por eventos como o CES Las Vegas e os Salões de Pequim, Paris e Munique.

Regras Revisadas: Eficiência e Sustentabilidade em Primeiro Plano

Para alcançar esse novo posicionamento, a organização do Salão do Automóvel estabeleceu algumas regras importantes. Entre elas, destaca-se a adoção de estandes padronizados e a proibição de iniciativas de alto custo, como shows ou grandes ações promocionais. Essa medida visa manter os custos do evento em níveis acessíveis, beneficiando tanto a organização quanto os expositores.

Segundo Paulo Octavio Pereira, Diretor Executivo da UBRAFE (União Brasileira dos Promotores de Feiras) e Consultor de Live Marketing, essa mudança é uma tendência mundial, não apenas em eventos relacionados ao mundo automotivo, mas em diversos setores. "Você trabalhar com mais inteligência e menos ego. Os stands e investimentos mais racionais beneficiam todo mundo. Beneficia quem organiza o evento e beneficia quem está trabalhando para quem organiza", afirma.

Desafios e Oportunidades: Equilibrando Tradição e Inovação

Embora essas medidas sejam vistas como positivas por especialistas, como Marcello Soares, CCO da Hype, que as considera "fundamentais para garantir a relevância e a longevidade do Salão do Automóvel", alguns desafios também se apresentam.

O Diretor Executivo da UBRAFE, Paulo Octavio Pereira, ressalta que o Salão do Automóvel possui uma imagem de marca muito forte, construída ao longo de seus 60 anos de história. Ele teme que a mudança de posicionamento, voltada para a eficiência e a redução de investimentos, possa gerar desapontamento tanto entre as montadoras quanto entre os visitantes, que podem estar esperando algo semelhante ao que vivenciaram no passado.

Outro ponto levantado por Pereira é a possível característica de "feirão de carros" que o evento pode adquirir, com um foco mais transacional do que contemplativo. Essa transição pode representar um desafio na manutenção da identidade e da experiência tradicional do Salão do Automóvel.

Marcas em Destaque: Autenticidade e Experiência no Centro das Atenções

Com a redução das estratégias criativas e dos grandes artifícios de live marketing, as marcas terão que se destacar principalmente por meio de suas experiências com os produtos. Marcello Soares, da Hype, acredita que essa é uma oportunidade para as marcas se apoiarem no que há de mais autêntico: seu portfólio, seu branded content e o lifestyle que define a essência da marca e dos modelos.

Essa mudança de foco pode gerar uma renovação no mercado, com a chegada de novas marcas e abordagens competitivas, elevando o nível de experiência para o público. Segundo Soares, "o verdadeiro brilho estará no produto e na vivência intensa e direta com ele".

Ao abandonar os grandes espetáculos e investir na essência dos veículos e na conexão com os consumidores, o Salão do Automóvel de São Paulo se prepara para uma reinvenção que pode resgatar sua relevância e atrair um público cada vez mais exigente e conectado com as tendências do setor automotivo.

Perlambatan Manufaktur Menjadi Tantangan Besar Bagi Pemerintahan Baru
2024-11-01
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merosot pada akhir perdagangan Jumat (1/11/2024), di tengah bervariasinya data ekonomi dalam negeri yang dirilis pada hari ini. Meskipun masih bertahan di level psikologis 7.500, IHSG semakin mendekati level psikologis 7.400 karena koreksinya membesar menjelang akhir perdagangan.

Perlambatan Manufaktur Menjadi Beban Berat Bagi Presiden Baru

Kontraksi Manufaktur Berlanjut

Berdasarkan data dari S&P Global, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober lalu kembali kontraksi ke 49,2, tidak berubah dari posisi September lalu. Kontraksi ini memperpanjang masa koreksi manufaktur Indonesia menjadi empat bulan beruntun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi manufaktur Indonesia saat ini sangat buruk. Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama empat bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020, di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.Kontraksi PMI Manufaktur selama empat bulan beruntun pada Juli-Oktober 2024 juga menjadi beban berat bagi Presiden Prabowo Subianto yang baru dilantik pada 20 Oktober. S&P menjelaskan bahwa manufaktur Indonesia mengalami penurunan marginal dan tidak berubah angkanya karena melemahnya output, pesanan baru, dan tambahan lapangan pekerjaan. Kondisi ini mencerminkan lesunya pasar manufaktur serta tenaga kerja.

Sektor Transportasi dan Konsumer Primer Menjadi Penekan Terbesar IHSG

Tercatat seluruh sektor bergerak di zona merah pada akhir perdagangan hari ini, dengan sektor transportasi dan konsumer primer menjadi penekan terbesar IHSG, masing-masing mencapai 2,64% dan 2,55%. Sementara dari sisi saham, emiten bank Himbara raksasa PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan emiten konglomerasi Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menjadi penekan terbesar IHSG pada hari ini, masing-masing 14,4 dan 7,4 indeks poin.

Inflasi Oktober Membaik Setelah Lima Bulan Deflasi

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia mengalami inflasi 0,08% (month-to-month/mtm) pada Oktober 2024. Inflasi ini terjadi setelah IHK tercatat deflasi selama lima bulan beruntun. Adapun, inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,71% dan inflasi kalender (year-to-date/YTD) sebesar 0,82%. Plt. Kepala BPS, Amalia A. Widyasanti mengungkapkan bahwa inflasi Oktober 2024 mengakhiri deflasi selama lima bulan beruntun, dengan kelompok pengeluaran penyumbang inflasi terbesar adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya yang mengalami inflasi 0,94% dan memberi andil inflasi 0,06%.

Prospek Ekonomi Indonesia Masih Menjadi Perhatian

Meskipun inflasi Oktober membaik, perlambatan manufaktur yang berlanjut menjadi perhatian utama bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo. Kondisi ini mencerminkan lemahnya aktivitas ekonomi di dalam negeri, yang turut menekan pergerakan IHSG. Pemulihan ekonomi Indonesia akan menjadi tantangan besar bagi Presiden Prabowo untuk memulihkan kepercayaan investor dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di masa mendatang.
See More
Memperkuat Daya Saing Industri Keuangan Syariah Indonesia
2024-11-01
Industri keuangan syariah di Indonesia terus menunjukkan tren positif, dengan berbagai sektor mengalami penguatan yang signifikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator mengungkapkan rencana strategis untuk memperkuat dan mengembangkan sektor ini lebih lanjut dalam beberapa tahun ke depan.

Memacu Pertumbuhan Industri Keuangan Syariah Nasional

Penguatan di Berbagai Sektor

Industri keuangan syariah di Indonesia telah mencatat kinerja yang positif dalam beberapa waktu terakhir. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, menyampaikan bahwa terjadi penguatan di berbagai sektor, mulai dari indeks saham syariah hingga asuransi syariah.Indeks saham syariah, misalnya, telah melanjutkan penguatannya sebesar 8,7% secara year-to-date. Sementara itu, kinerja intermediasi sektor jasa keuangan syariah juga tumbuh positif secara year-on-year, dengan pembiayaan perbankan syariah tumbuh 11,4%. Kontribusi asuransi syariah pun tumbuh 13,2%, dan piutang pembiayaan syariah tumbuh 20,9%.

Fokus Pengembangan Perbankan Syariah

Dalam rangka pengembangan dan penguatan sektor jasa keuangan syariah, OJK telah menetapkan fokus pengembangan perbankan syariah selama tahun 2024-2025. Beberapa fokus tersebut antara lain:- Konsolidasi bank syariah- Pembentukan komite pengembangan keuangan syariah- Penyusunan demand produk dan pengembangan keunikan produk- Penguatan peran perbankan syariah pada ekosistem ekonomi syariah- Peningkatan peran bank syariah pada pengembangan UMKMDengan fokus-fokus tersebut, OJK berharap dapat semakin memperkuat daya saing dan peran perbankan syariah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.

Pengembangan Produk Perbankan Syariah

Dalam upaya mengembangkan produk perbankan syariah untuk menguatkan daya saing, OJK telah meluncurkan tiga pedoman produk perbankan syariah, yaitu:- Pedoman produk pembiayaan mudarabah- Pedoman implementasi Syariah Restricted Investment Account dengan akad mudarabah Mukayadag- Pedoman implementasi Cash Walk-off Link DepositDengan adanya pedoman-pedoman ini, diharapkan dapat mendorong inovasi dan pengembangan produk perbankan syariah yang lebih beragam dan kompetitif.

Kesiapan Industri Asuransi Syariah

Selain perbankan, OJK juga memperhatikan kesiapan industri asuransi syariah. Mirza menyebutkan bahwa spin-off unit syariah paling lambat harus dilakukan pada akhir 2026, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 POJK 11 tahun 2023.Hingga 28 Oktober 2024, terdapat 41 perusahaan asuransi-reasuransi yang telah menyampaikan rencana kerja pemisahan unit syariah. Selain itu, terdapat satu unit syariah perusahaan asuransi jiwa yang telah memperoleh izin usaha syariah dan satu unit syariah perusahaan asuransi umum yang telah melakukan pengalihan portofolio kepada perusahaan asuransi syariah yang telah ada.Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen OJK dalam mendorong pertumbuhan industri asuransi syariah di Indonesia.
See More