Perusahaan kosmetik terkemuka di Indonesia, ParagonCorp, merayakan ulang tahunnya yang ke-40 dengan pemutaran perdana film pendek bertajuk "Mengusahakan Pertolongan Ilahi". Film ini menggambarkan perjalanan hidup Nurhayati Subakat dalam membangun bisnisnya hingga menjadi raksasa industri kosmetik. Dengan penuh semangat dan keteguhan hati, Nurhayati telah menunjukkan bahwa kesuksesan dapat diraih melalui kerja keras dan dedikasi.
Nurhayati Subakat, seorang lulusan terbaik farmasi ITB, menghadapi berbagai tantangan pada awal karirnya. Setelah beberapa kali ditolak pekerjaan, dia akhirnya menemukan panggilannya dalam dunia kosmetik. Memulai dari usaha kecil menjual sampo, Nurhayati terus berkembang hingga mendirikan pabrik besar. Namun, nasib buruk menimpanya ketika pabrik tersebut terbakar. Meskipun mengalami kemunduran, Nurhayati tidak menyerah. Dia melihat peluang baru dalam pasar produk halal, yang pada saat itu belum banyak tersedia. Inovasi ini membawa PT Pusaka Tradisi Ibu kembali bangkit dan sukses meluncurkan merek Wardah.
Berkat penglihatan jitu dan strategi inovatif, ParagonCorp kini telah berkembang menjadi perusahaan kecantikan terbesar di Indonesia. Kisah inspiratif ini menunjukkan bahwa setiap tantangan adalah peluang untuk belajar dan tumbuh. Melalui cerita Nurhayati, kita diajak untuk tetap optimis dan gigih dalam menghadapi rintangan. Semangat ini mendorong kita semua untuk terus berinovasi dan menciptakan nilai positif bagi masyarakat luas.
Gelar haji telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Namun, sedikit yang tahu bahwa asal-usulnya berakar pada periode kolonial Hindia Belanda. Pada masa itu, perjalanan haji tidak hanya dipandang sebagai urusan rohani atau pribadi, melainkan juga memiliki dimensi politik yang signifikan.
Kebijakan kolonial memandang para jamaah haji dengan kewaspadaan tinggi. Setelah kembali dari Tanah Suci, banyak orang membawa serta pengetahuan baru yang dapat mempengaruhi pemikiran rakyat di daerah mereka. Hal ini dianggap mengancam stabilitas pemerintahan kolonial. Sebagai respons, pihak berwenang mulai menerapkan serangkaian ujian bagi para jamaah haji yang baru pulang. Mereka yang lulus ujian tersebut diberi gelar haji dan diwajibkan menggunakan pakaian khas untuk memudahkan pengawasan.
Pemberontakan besar seperti Perang Jawa pada abad ke-19 semakin menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap eks-jamaah haji. Meskipun era kolonial telah berlalu, tradisi memberikan gelar haji tetap bertahan hingga kini. Fenomena ini mencerminkan betapa kuatnya warisan sejarah dalam membentuk budaya sosial modern. Penting bagi kita untuk memahami latar belakang historis ini agar dapat merumuskan pandangan yang lebih objektif tentang praktik keagamaan di Indonesia.