Berita
Industri Tekstil Nasional Menghadapi Tantangan Berat: Pemerintah Diminta Evaluasi Kebijakan Impor
2024-11-02
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kebijakan impor yang dikeluarkan pemerintah. Pelaku usaha padat karya, termasuk raksasa industri tekstil Sritex, menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah memberikan dampak signifikan yang merugikan industri dalam negeri. Kini, mereka meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan tersebut demi menyelamatkan industri tekstil nasional.
Kebijakan Impor Baru Picu Kekhawatiran Industri Tekstil
Relaksasi Impor Berdampak Buruk pada Industri Tekstil Lokal
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dinilai telah memberikan banyak relaksasi dalam pengaturan impor berbagai komoditas, termasuk produk tekstil. Salah satu poin penting adalah adanya relaksasi persyaratan permohonan Persetujuan Impor (PI) bagi Importir Pemilik Angka Pengenal Importir-Produsen (API-P) untuk 18 komoditas yang dibatasi impornya. Kini, mereka tidak lagi memerlukan pertimbangan teknis untuk mengimpor barang-barang tersebut.Selain itu, terdapat juga relaksasi pengaturan impor untuk 11 kelompok komoditas lainnya, seperti elektronik, obat tradisional, kosmetik, bahan baku pelumas, alas kaki, pakaian jadi, tas, bahan kimia, dan tekstil. Kebijakan ini tentu saja membuat produk-produk impor semakin mudah masuk ke pasar domestik, sehingga mengancam keberadaan industri tekstil lokal yang selama ini telah berjuang.Penumpukan Barang Impor di Pelabuhan
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 juga memberikan relaksasi pengaturan pengeluaran barang impor yang tertahan di pelabuhan tujuan sejak 10 Maret 2024 hingga 17 Mei 2024. Akibatnya, terdapat sekitar 26.000 kontainer barang impor yang menumpuk di pelabuhan. Kondisi ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri tekstil dalam negeri, karena mereka harus bersaing dengan banjirnya produk impor yang masuk ke pasar.Pengecualian Larangan dan Pembatasan Impor
Selain itu, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 juga memberikan pengecualian larangan dan pembatasan (lartas) impor barang kiriman komoditas besi, baja, dan produk turunannya. Importir Pemilik API-P kini dapat mengimpor barang-barang tersebut tanpa batasan frekuensi pengiriman, asalkan nilainya tidak melebihi US$1.500 per pengiriman.Kebijakan ini tentu saja semakin mempermudah masuknya produk impor ke pasar domestik, yang pada akhirnya akan semakin menekan industri tekstil lokal yang selama ini telah berusaha keras untuk bersaing.Penyederhanaan Persyaratan Impor
Selain itu, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 juga menyederhanakan persyaratan pengajuan surat keterangan untuk pengecualian lartas impor barang contoh yang bukan untuk diperdagangkan, serta barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan produk oleh importir pemilik API-P.Kebijakan ini tentu saja semakin mempermudah proses impor berbagai jenis barang, termasuk produk tekstil. Hal ini semakin menambah kekhawatiran pelaku industri tekstil dalam negeri akan semakin tergerus oleh banjirnya produk impor yang masuk ke pasar.Impor Barang Pribadi Tanpa Batas
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 juga memberikan pengecualian lartas impor untuk barang kiriman pribadi, yang dapat diimpor dalam keadaan baru maupun tidak baru, tanpa batasan jenis dan jumlah barang, kecuali untuk barang dilarang impor, barang berbahaya, dan kendaraan bermotor.Selain itu, untuk barang kiriman pribadi berupa telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet dari luar daerah pabean ke dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), paling banyak dua unit per pengiriman. Kebijakan ini tentu saja semakin mempermudah masuknya produk impor ke pasar domestik, yang pada akhirnya akan semakin menekan industri tekstil lokal.Industri Tekstil Nasional Terancam
Berbagai relaksasi dan pengecualian yang diberikan dalam Permendag Nomor 8 Tahun 2024 telah membuat industri tekstil nasional merasa terancam. Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan S Lukminto, menyatakan bahwa kebijakan ini telah membuat sejumlah pelaku usaha industri tekstil terpukul secara signifikan, hingga pada akhirnya banyak yang gulung tikar.Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga mengakui bahwa apa yang dikeluhkan oleh Sritex merupakan fakta bahwa aturan ini memang merugikan industri tekstil di Indonesia. Menurutnya, industri tekstil seperti Sritex tidak hanya menghadapi permasalahan pasar ekspor yang lesu, tetapi juga pentingnya proteksi pada pasar dalam negeri.Oleh karena itu, para pelaku industri tekstil nasional meminta agar pemerintah segera mengevaluasi kembali Permendag Nomor 8 Tahun 2024 demi menyelamatkan industri tekstil dalam negeri. Mereka berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi industri tekstil lokal dari ancaman banjir produk impor.