Berita
Industri Tekstil Nasional Menghadapi Badai Kelebihan Kapasitas Global
2024-11-01
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan berat. Kali ini, PT Asia Pacific Fibers Tbk, salah satu pemain besar di sektor ini, mengumumkan penutupan sementara pabriknya yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan usaha di tengah lesunya permintaan dan dampak domino kelebihan kapasitas global.

Badai Kelebihan Kapasitas Menghantam Industri Tekstil Nasional

Penutupan Pabrik Asia Pacific Fibers: Dampak Domino yang Mengkhawatirkan

Keputusan PT Asia Pacific Fibers Tbk untuk menutup sementara pabriknya di Karawang, Jawa Barat, menjadi kabar buruk bagi industri tekstil nasional. Perusahaan mengakui bahwa langkah ini akan berdampak signifikan pada pendapatan penjualan tahunan, dengan proyeksi koreksi hingga 52%. Hal ini menunjukkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.Penutupan pabrik yang telah beroperasi selama tiga dekade ini juga akan berdampak pada ribuan pekerja. Menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, perusahaan ini pernah memiliki sekitar 4.000 pekerja. Namun, sejak tahun 2023, perusahaan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara bertahap, hingga menyisakan sekitar 1.200 pekerja. Dengan pengumuman penutupan pabrik ini, diperkirakan sekitar 700 pekerja di pabrik Kaliwungu, Jawa Tengah, juga terancam kehilangan pekerjaan.

Kelebihan Kapasitas Global: Pemicu Utama Penutupan Pabrik

Menurut Redma, penyebab utama penutupan pabrik Asia Pacific Fibers adalah penurunan permintaan yang dipicu oleh lonjakan impor. Perusahaan menghadapi tantangan kelebihan kapasitas global, yang berdampak signifikan pada industri tekstil nasional. Pabrik Karawang, yang hanya mengekspor sekitar 5% produksinya, lebih bergantung pada pasar domestik. Sementara itu, pabrik Kaliwungu, yang memasok sekitar 20% produksinya ke pasar ekspor, juga terancam terkena dampak domino dari penutupan pabrik Karawang.Situasi ini menunjukkan betapa rapuhnya posisi industri tekstil nasional dalam menghadapi persaingan global. Kelebihan kapasitas global, yang didorong oleh arus impor yang sulit dibendung, telah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan perusahaan-perusahaan dalam negeri.

Upaya Mempertahankan Kelangsungan Usaha: Strategi Terbatas

Dalam menghadapi situasi sulit ini, PT Asia Pacific Fibers Tbk berupaya mempertahankan kelangsungan usahanya dengan menjalankan operasional terbatas di divisi Benang Filamen di Kendal, Jawa Tengah. Perusahaan akan tetap melayani permintaan esensial dari pelanggan tertentu. Namun, langkah ini hanya bersifat sementara, dan kelangsungan usaha perusahaan masih bergantung pada perkembangan situasi di masa depan.Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa penutupan pabrik ini bukanlah hal yang mendadak. Perusahaan telah melakukan PHK secara bertahap sejak tahun 2023, mengindikasikan bahwa tantangan yang dihadapi telah berlangsung cukup lama. Dengan liabilitas yang tinggi, perusahaan akhirnya tidak mampu bertahan dan harus menghentikan produksi di pabrik Karawang.

Nasib Pekerja Asia Pacific Fibers: Negosiasi dan Ketidakpastian

Penutupan pabrik Asia Pacific Fibers juga berdampak pada nasib para pekerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyatakan bahwa para pekerja saat ini sedang dalam tahap negosiasi dengan perusahaan. Meskipun perusahaan memiliki niat baik untuk menyelesaikan kewajiban kepada pekerjanya, ketidakpastian masih menyelimuti masa depan mereka.Selain itu, Ristadi juga menyampaikan bahwa pabrik Kaliwungu, yang memasok sekitar 20% produksinya ke pasar ekspor, juga berpotensi melakukan PHK terhadap sekitar 1.000 pekerja. Hanya sekitar 500 pekerja yang diperkirakan akan tersisa untuk menyelesaikan pekerjaan yang masih harus diselesaikan.Situasi ini menambah daftar panjang kabar buruk bagi pekerja di sektor TPT nasional. Setelah kasus Sritex yang belum menemukan solusi konkret, penutupan pabrik Asia Pacific Fibers semakin memperburuk kondisi para pekerja di industri ini.
Pemerintah Pertahankan Tarif Listrik Non-Subsidi Hingga Akhir Tahun Demi Jaga Daya Beli Masyarakat dan Daya Saing Industri
2024-11-01
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak menaikkan tarif tenaga listrik bagi pelanggan non subsidi PT PLN (Persero) pada Triwulan IV 2024. Kebijakan ini berlaku untuk periode Oktober, November, dan Desember 2024, meskipun parameter ekonomi makro mengindikasikan adanya kenaikan tarif listrik.

Menjaga Daya Beli Masyarakat dan Daya Saing Industri

Tarif Listrik Tetap Stabil Hingga Akhir Tahun

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, menyampaikan bahwa penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan non subsidi dilakukan setiap 3 bulan, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2024. Namun, meskipun parameter ekonomi makro seperti kurs, harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan Harga Batu Bara Acuan (HBA) mengalami perubahan yang seharusnya menyebabkan kenaikan tarif listrik, pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian tarif listrik non subsidi selama Oktober-Desember 2024.Jisman menjelaskan bahwa keputusan ini diambil demi menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri saat ini. "Berdasarkan empat parameter tersebut, seharusnya penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan non subsidi mengalami kenaikan dibandingkan dengan tarif pada kuartal III 2024. Akan tetapi, demi menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri saat ini, Pemerintah memutuskan tarif tenaga listrik tidak mengalami perubahan atau tetap," ujarnya.

Tarif Listrik Bersubsidi Juga Tidak Berubah

Selain itu, Jisman juga menambahkan bahwa tarif tenaga listrik untuk 24 golongan pelanggan bersubsidi juga tidak mengalami perubahan. Golongan pelanggan bersubsidi ini mencakup pelanggan sosial, rumah tangga miskin, bisnis kecil, industri kecil, dan pelanggan yang peruntukan listriknya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).Kebijakan ini diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat, serta mendukung pertumbuhan industri di tengah kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih.

Optimalisasi Efisiensi dan Peningkatan Penjualan Listrik

Kementerian ESDM berharap PT PLN (Persero) dapat terus mengoptimalkan efisiensi operasional dan meningkatkan volume penjualan tenaga listrik. Dengan demikian, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik per kWh dapat terjaga, sehingga tarif listrik dapat tetap stabil.Jisman menegaskan bahwa langkah-langkah ini diambil untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tarif Listrik Non-Subsidi yang Berlaku per 1 November 2024

Meskipun tarif listrik non-subsidi tidak mengalami kenaikan, berikut adalah daftar tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non-subsidi yang berlaku per 1 November 2024:1. Golongan R-1/TR daya 900 VA, Rp 1.352 per kWh.2. Golongan R-1/ TR daya 1.300 VA, Rp 1.444,70 per kWh.3. Golongan R-1/ TR daya 2.200 VA, Rp 1.444,70 per kWh.4. Golongan R-2/ TR daya 3.500-5.500 VA, Rp 1.699,53 per kWh.5. Golongan R-3/ TR daya 6.600 VA ke atas, Rp 1.699,53 per kWh.6. Golongan B-2/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.444,70 per kWh.7. Golongan B-3/ Tegangan Menengah (TM) daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.8. Golongan I-3/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.9. Golongan I-4/ Tegangan Tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas, Rp 996,74 per kWh.10. Golongan P-1/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.699,53 per kWh.11. Golongan P-2/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.522,88 per kWh.12. Golongan P-3/ TR untuk penerangan jalan umum, Rp 1.699,53 per kWh.13. Golongan L/ TR, TM, TT, Rp 1.644,52 per kWh.Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat dan industri dapat terus menikmati tarif listrik yang terjangkau, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
See More
Diplomasi AS-China Demi Stabilitas Kawasan: Upaya Meredam Eskalasi Konflik di Semenanjung Korea
2024-11-01
Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah meminta bantuan China untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Rusia dan Korea Utara (Korut) guna mencegah eskalasi lanjutan. Hal ini terjadi saat hubungan antara Washington dengan Moskow dan Pyongyang terus memanas pascaperang Ukraina dan ketegangan Semenanjung Korea.

Diplomasi AS-China Demi Stabilitas Kawasan

Pertemuan Tingkat Tinggi AS-China

Dalam pertemuan langka awal minggu ini, tiga diplomat tinggi AS bertemu dengan Duta Besar China untuk Washington untuk meminta Beijing membatasi kerja sama dengan Korut. Tujuannya adalah untuk menekan negara tertutup itu agar tidak melakukan tindakan yang dapat memicu eskalasi konflik di kawasan.Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan bahwa kedua belah pihak telah melakukan percakapan yang kuat minggu ini. Ia menyebut China mengetahui harapan AS bahwa 'mereka akan menggunakan pengaruh yang mereka miliki untuk bekerja guna mengekang kegiatan ini'. Blinken juga menegaskan bahwa permintaan ini bukan hanya datang dari AS, tetapi juga dari negara-negara di seluruh dunia yang prihatin dengan situasi di Semenanjung Korea.

Sikap China Terhadap Konflik Ukraina dan Korea

Ketika ditanya tentang pertemuan antara diplomat AS dan China, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa ia tidak memiliki informasi untuk diberikan. Namun, Lin menegaskan bahwa sikap China terhadap Ukraina dan Semenanjung Korea telah konsisten. China telah menyerukan gencatan senjata dan mendesak perundingan damai untuk mengakhiri perang di Ukraina, serta telah lama menganjurkan Semenanjung Korea yang damai dan stabil.

Kompleksitas Hubungan Rusia-Korut

Laporan ini muncul saat hubungan militer antara Korut dan Rusia terus menguat. Pyongyang bahkan dilaporkan telah mengirim pasukan ke Ukraina untuk membantu Negeri Beruang Putih itu dalam perangnya dengan Kyiv. Di sisi lain, hubungan antara Korut dan Korsel masih terus memanas, dengan Pyongyang kembali melakukan uji rudal balistik yang ditanggapi Seoul sebagai sinyal ancaman peperangan.

Dilema China dalam Menjaga Keseimbangan

China sendiri telah menjalin kemitraan 'tanpa batas' dengan Moskow dan menjadi sekutu dekat Korut. Namun, para ahli mengatakan Beijing mungkin tidak menyetujui kemitraan militer yang lebih erat antara Rusia dan Korut karena menganggapnya sebagai hal yang tidak stabil di kawasan tersebut. Shi Yinhong, seorang pakar hubungan internasional di Universitas Renmin China, menyatakan bahwa "Kemitraan Rusia-Korut bertentangan dengan tujuan Beijing untuk Semenanjung Korea yang damai."Peneliti senior untuk Initiative for US-China Dialogue tentang isu-isu global di Universitas Georgetown, Dennis Wilder, menyebut Beijing harus menemukan keseimbangan antara mendukung Moskow dan tidak membuat marah Barat. "Xi Jinping (Presiden China) tidak dapat melihat Putin (Presiden Rusia) gagal. Pada saat yang sama, Xi tidak dapat membuat marah orang Eropa dan Amerika ketika ekonomi negaranya sedang berjuang," tuturnya.
See More