In a dramatic turn of events, a high-stakes meeting between US President Donald Trump and Ukrainian President Volodymyr Zelenskyy spiraled into chaos. The encounter, which was intended to discuss a crucial deal involving Ukraine's mineral industry, ended with heated exchanges and accusations. This unprecedented public display of hostility has left many questioning the future of international diplomacy and the stability of global relations.
On a crisp autumn day, tensions were palpable as Zelenskyy arrived at the White House. His attire—a dark long-sleeved shirt—stood out against the formal setting, hinting at the informal yet tense atmosphere that would soon unfold. Initially, the meeting began on a cordial note, with both leaders exchanging pleasantries and fielding questions from the press. However, as discussions progressed, the mood shifted dramatically.
The turning point came when Zelenskyy questioned the effectiveness of certain diplomatic strategies proposed by Trump’s team. What followed was a barrage of harsh words and accusations from both sides. Trump, known for his unpredictable behavior, lashed out, accusing Zelenskyy of disrespecting the United States. Vance, Trump’s vice-president, joined in, berating Zelenskyy for not showing enough gratitude. The situation escalated rapidly, with voices raised and tempers flaring. At one point, the Ukrainian ambassador could be seen visibly distressed, her head buried in her hands.
Zelenskyy, who has been widely admired for his steadfast leadership during Ukraine’s ongoing conflict, stood firm despite the pressure. He reminded Trump that he was leading a nation at war, emphasizing the gravity of the situation. However, Trump remained unmoved, insisting that Ukraine needed to make concessions or face dire consequences. The meeting ended without any agreement, leaving both parties empty-handed and the world watching in disbelief.
This incident has sent shockwaves through the international community. It highlights the fragility of diplomatic relations and the potential dangers of public confrontations between world leaders. Many fear that such displays of hostility could undermine trust and cooperation on a global scale. For Zelenskyy, this experience was undoubtedly a bitter pill to swallow, especially given his efforts to secure support for his country.
From a journalistic perspective, this event serves as a stark reminder of the power dynamics at play in international politics. It underscores the importance of respectful dialogue and mutual understanding in resolving conflicts. The spectacle may have made for compelling television, but its real-world implications are far more troubling. As the dust settles, it remains to be seen how this incident will impact future diplomatic efforts and the delicate balance of global power.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, atau yang lebih dikenal dengan BBRI, telah merencanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 24 Maret 2025. Acara ini akan berlangsung di Menara BRILian, Jakarta, serta secara virtual melalui sistem rapat umum elektronik. Dalam agenda tersebut, ada sepuluh poin penting yang akan dibahas, termasuk penggunaan laba bersih tahun buku 2024, rencana pembelian kembali saham, dan perubahan susunan pengurus perusahaan. Direksi juga menargetkan rasio pembagian dividen sebesar 80% hingga 85%. Selain itu, bank berencana melakukan buyback dengan nilai maksimal Rp 3 triliun dalam periode 12 Maret 2025 hingga 11 Maret 2026.
Berbagai keputusan terkait finansial dan operasional akan diambil dalam RUPST mendatang. Salah satu poin utama adalah penetapan penggunaan laba bersih perseroan untuk tahun buku 2024. Manajemen telah mengusulkan alokasi dana yang signifikan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham. Ini mencerminkan komitmen bank untuk memberikan hasil optimal bagi para investor.
Selain itu, direksi telah menyatakan bahwa rasio pembagian dividen ditargetkan antara 80% hingga 85%. Hal ini menunjukkan kepercayaan manajemen terhadap performa keuangan yang kuat dan prospek pertumbuhan jangka panjang. Penggunaan laba bersih juga mencakup investasi dalam program-program strategis seperti pendanaan usaha mikro dan kecil, serta pelaporan realisasi dana Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan. Ini menegaskan komitmen bank terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan dan inklusi finansial.
Dalam agenda RUPST, beberapa langkah penting akan diambil untuk memperbarui struktur dan operasional perusahaan. Salah satunya adalah persetujuan atas rencana pembelian kembali saham (buyback) dan pengalihan saham tersebut menjadi saham treasuri. Ini merupakan bagian dari strategi manajemen untuk meningkatkan nilai perusahaan dan efisiensi modal.
Bank BRI berencana melakukan buyback dengan nilai maksimum Rp 3 triliun selama periode 12 Maret 2025 hingga 11 Maret 2026. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat posisi keuangan dan meningkatkan kepercayaan investor. Selain itu, ada juga rencana untuk merevisi anggaran dasar dan merombak susunan pengurus perusahaan. Ini mencakup penunjukan akuntan publik baru, penetapan gaji dan tunjangan untuk direksi dan komisaris, serta pembebasan tanggung jawab atas tindakan pengurusan dan pengawasan selama tahun buku 2024. Semua ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam operasional perusahaan.
Pada sebuah pengumuman mengejutkan, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengungkap rencana pembentukan cadangan kripto strategis untuk negara tersebut. Cadangan ini mencakup berbagai aset digital populer seperti Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), XRP, Solana (SOL), dan Cardano (ADA). Pengumuman ini memicu respons positif dari pasar, dengan harga kripto secara umum mengalami peningkatan signifikan. Tujuan utama cadangan ini adalah untuk mendukung industri kripto yang telah menghadapi tekanan selama pemerintahan sebelumnya.
Dalam unggahan di platform sosial Truth Social, Trump menyatakan bahwa cadangan kripto ini bertujuan untuk meningkatkan posisi industri kripto setelah bertahun-tahun menghadapi tantangan. Ia juga menekankan bahwa Bitcoin dan Ethereum akan menjadi inti dari cadangan tersebut. Reaksi pasar sangat positif terhadap pengumuman ini. Misalnya, harga XRP melonjak 33%, sementara token Solana naik 25%. Cardano mengalami peningkatan drastis hingga lebih dari 60% dalam perdagangan harian. Bitcoin sendiri menguat 10% ke level US$94.343,82, setelah sempat turun ke bawah US$80.000 pada Jumat pekan lalu. Ethereum juga mengalami peningkatan 13%.
Trump dijadwalkan menggelar KTT Kripto Gedung Putih pertama pada Jumat mendatang. Pertemuan ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang arah kebijakan cadangan kripto. Ini adalah langkah pertama kali Trump secara spesifik mendukung konsep "cadangan" kripto, yang berarti pemerintah akan aktif membeli aset kripto secara berkala. Sebelumnya, Trump hanya mendukung gagasan "stok" kripto, yaitu penyimpanan aset yang telah dimiliki tanpa menjualnya.
Sebagian besar komunitas kripto berpendapat bahwa cadangan ini seharusnya hanya berisi Bitcoin karena dianggap sebagai aset paling terdesentralisasi dan teruji. Namun, ada pula pihak yang menolak sepenuhnya ide cadangan kripto AS, khawatir langkah ini dapat melemahkan posisi dolar atau mudah dibatalkan oleh pemerintahan berikutnya.
Selain itu, Adam Blumberg, Wakil Presiden Enclave Group, menyoroti bahwa administrasi berikutnya mungkin menjual cadangan ini untuk membayar utang atau jaminan sosial. Menurutnya, ide pemerintah memiliki aset terdesentralisasi bertentangan dengan tujuan awalnya dan memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada pemerintah federal.
Pengumuman Trump ini berhasil mengangkat kembali sentimen pasar kripto, meskipun Bitcoin baru saja menyelesaikan bulan terburuknya sejak 2022.
Dari perspektif seorang jurnalis, pengumuman ini menandai langkah penting dalam evolusi hubungan antara pemerintah dan industri kripto. Meski kontroversial, langkah ini menunjukkan adanya upaya serius untuk mendukung inovasi teknologi dan stabilitas ekonomi melalui integrasi aset digital. Namun, perlu dipertimbangkan dampak jangka panjang dan potensi risiko yang muncul dari kebijakan ini.